Aset Produktif vs Aset Konsumtif, bagian 2

By Moneesa | Keuangan | February 17, 2020

Aset Produktif vs Aset Konsumtif, bagian 2

Menyambung dari artikel sebelumnya tentang pembagian asset produktif dan asset konsumtif, coba sekarang Anda data seluruh harta yang Anda miliki saat ini, kemudian bagilah ke dalam dua kategori tadi. Lebih banyak jenis aset mana yang Anda miliki dari segi nilai dan aset jenis apa yang lebih banyak segi jumlah item? Apakah aset konsumtif atau aset produktif? Kalau boleh saya tebak, dari segi nilai, maka lebih besar aset produktif. Namun jika dari segi jumlah item, pasti aset konsumtif yang lebih banyak. Betul tidak? Sebenarnya dengan kata lain, Anda sedang menumpuk “sampah” dirumah Anda. Aset konsumtif tersebut cepat atau lambat nilainya akan menyusut bahkan tidak ada harganya lagi alias nyaris nol. Itulah sebabnya Perencana Keuangan selalu menganjurkan agar Anda membelanjakan uang anda untuk membeli Asset produktif.

Ada beberapa manfaat dari aset produktif, antara lain sebagai wahana investasi dan disaat yang bersamaan bisa menjadi sumber penghasilan kita di masa depan. Sebagai contoh kita membeli rumah sebagai aset investasi. Kelak di masa depan kita dapat menjual rumah tersebut untuk biaya hidup di masa pensiun atau rumah tersebut bisa Anda sewa-sewakan dan uang hasil sewanya bisa Anda pakai sebagai dana pensiun anda.

Hal yang sama berlaku apabila kita membeli saham. Kita akan menjual saham pada waktu yang telah ditetapkan, yaitu 17 tahun lagi saat anak kita akan memasuki bangku kuliah. Saham dijual untuk biaya masuk kuliah anak kita. Aset produktif juga bermanfaat sebagai passive income. Misalnya kita membangun rumah kost 4 kamar di dekat rumah kita saat ini. Setelah kita pensiun, maka penghasilan dari penyewaan kamar kost tersebut akan dapat membantu kita menjalani hidup setelah pensiun, sehingga tidak bergantung dari uang pensiun bulanan. Tentunya akan sangat berguna di masa depan apabila kita lebih banyak mengumpulkan aset yang sifatnya produktif dibandingkan aset yang sifatnya konsumtif.

Apakah manfaat tersebut juga kita dapatkan apabila kita menumpuk aset konsumtif. Misalkan kita membeli sebuah mobil baru dengan harga 300 juta. Di tahun berikutnya apabila kita ingin menjualnya, kira-kira harganya naik atau turun? Biasanya sih turun ya. Kemudian bagaimana dengan baju, sepatu, gadget. Harganya juga turun ya? Untuk tas merek tertentu ada yang bisa menjadi aset produktif, maka itu tidak termasuk kategori aset konsumtif (ini akan kita bahas di artikel terpisah).

Jadi memang karakteristik aset konsumtif adalah nilainya menurun, atau tidak menghasilkan. Tapi apakah itu artinya kita tidak boleh membeli aset konsumtif? Tentu saja tidak sekaku itu. Pertimbangkan apakah pembelian aset Anda merupakan suatu kebutuhan atau keinginan? Jika Anda memang membutuhkan sebuah mobil untuk transportasi keluarga maka beli saja, karena itu tentu lebih praktis dan hemat dibandingkan Anda harus menyewa taksi setiap kali Anda dan keluarga bepergian. Mengenai mobil merek dan jenis apa yang akan Anda beli maka bisa jadi itu untuk memenuhi keinginan Anda.

Mulai dari sekarang, Anda sudah dapat melakukan analisa singkat sebelum melakukan suatu pembelian aset. Apakah nilai aset tersebut akan naik atau turun di masa depan? Serta apakah aset tersebut dapat menghasilkan uang? Produktif atau konsumtif? Tentunya pembelian aset juga mempertimbangkan kebutuhan Anda dan keluarga. Jangan hanya karena pendingin ruangan alias AC adalah aset konsumtif maka Anda tidak mengisi rumah Anda dengan AC. Tanyakan kembali apakah aset tersebut merupakan kebutuhan atau keinginan, kaitkan dengan tujuan keuangan yang telah ditetapkan, pasti Anda akan lebih selektif dalam membelanjakan uang Anda.

Oh iya, ada lagi nih kategori asset yang termasuk kedalam kategori konsumtif tapi ternyata bisa juga masuk kedalam kategori atau bisa dijadikan asset produktif. Apakah itu? Kita bahas di artikel berikutnya ya.